“Interest and International Regime”

Pertama yang didasarkan pada prinsip neoliberalisme, yang digambarkan dalam pay-off structure, serta apa yang ditawarkan oleh Young dalam Institutional Bargaining. Pay-off structure di sini merupakan representasi dari pemikiran Keohanne yang lebih memandang rezim internasional sebagai sesuatu hal yang jelas dan eksplisit. Sementara Young, memasukkan unsur realisme di dalam pemikirannya mengenai Institutional Bargaining yang mementingkan kehadiran pemimpin sebagai katalisator untuk mempercepat tercapainya kesepakatan dan kerja sama dalam sebuah rezim internasional.

 

            Di dalam Pay-off structure, ada beberapa diagram yang dapat digunakan untuk memetakan keuntungan yang bisa didapat dari sebuah kerja sama internasional. Pertama, diagram Prisoner’s Dilemma,di dalam diagram ini, orang cenderung mencari keuntungan pribadinya, oleh karena itu orang akan cenderung melakukan defect dalam diagram Prisoner’s Dilemma. Karena DC (Defect-Cooperation) nilainya lebih besar daripada CC (Cooperation-Cooperation). Bahkan di dalam diagram ini nilai DD (defect-defect) nilainya lebih besar dibanding CD (cooperation-defect).

 

Actor A

Actor B

 

C

D

C

3,3

1,4

D

4,1

2,2

            *1=worst outcome, 4=maximum gain, DC>CC>DD>CD

 

Karena di dalam diagram Prisoner’s Dilemma keuntungan untuk defect adalah lebih besar, maka dibuatlah diagram lain, yaitu Diagram Stag Hunt.

 

            Di dalam diagram  Stag Hunt, tidak dikedepankan mengenai personal gain, yang lebih memungkinkan orang untuk melakukan defect. Tetapi di dalam diagram ini, berusaha untuk memberikan mindset bahwa keuntungan yang dicapai bersama-sama akan lebih menguntungkan ketimbang defect untuk memenuhi kebutuhan personal (dalam Stag Hunt, perolehan rusa secara berburu bersama-sama akan lebih menguntungkan daripada berburu sendiri dan mendapatkan kelinci).

Actor A

Actor B

 

C

D

C

4,4PN

1,3

D

3,1

2,2NM

*P=Paretto-Effective, N=Nash Equilibrium, M=Maximum gain, CC>DC>DD>CD

 

 

            Di samping itu, ada pula diagram yang disebut sebagai diagram Standardization. Dalam hal ini yang dijadikan sebagai tujuan adalah untuk menyepakati standard, ketika masing-masing pihak merasa patokannya yang benar, namun bagaimanapun juga harus ada satu standard saja yang disepakati untuk bersama. Diagram ini disebut juga sebagai “Pure” coordination situation. Misalnya koordinasi kesepakatan garis bujur 0o antara Inggris dan Prancis.

 

Actor A

Actor B

 

C

D

C

1,1

0.0

D

0.0

1,1

 

Kemudian ada pula diagram Battle of the Sexes, dalam hal ini digambarkan kesepakatan untuk makan bersama, satu sama lain memiliki preferensi makanan masing-masing, maka diagramnya adalah:

Actor A(She)

Actor B (He)

 

C

D

C

1,1

3,4N

D

4,3N

2,2=0.0

Dalam hubungan CC, berarti tetap pergi makan bersama, tapi tidak memilih preferensi makanan masing-masing (memilih menu yang lain), sedangkan dalam hubungan DC/CD merupakan N=Nash Equilibrium, dalam hal ini DD=0,0 artinya mereka tidak jadi pergi makan berdua. Diagram ini menunjukkan lebih baik ada salah satu yang defect dalam hubungan suatu pasangan.

 

            Diagram yang terakhir, yaitu A Suasion (Rambo) game, gambaran dalam diagram ini adalah aliansi negara kecil dengan persekutuan negara besar (misalnya, aliansi Malaysia dengan negara-negara Commonwealth)

 

 

Actor A (negara kecil)

Actor B (negara besar)

 

C

D

C

4,3P

3,4PN

D

2,2

1,1

Dalam hubungan CC, negara kecil lebih diuntungkan. Dalam hubungan CD, dianggap sebagai hubungan yang PN, Paretto Effective Nash Equilibrium, negara kecil sudah cukup diuntungkan dengan attachment-nya terhadap aliansi negara besar meskipun aliansi negara tersebut defect dalam kerjasama dengan negara kecil.

 

            Pada hakikatnya, kerja sama di dalam sebuah rezim internasional menentang adanya defect. Karena secara jangka panjang, defect dianggap akan lebih merugikan bagi hubungan kerja sama. Maka di dalam Institutional Bargaining regime, dibentuklah suatu pandangan bahwa rezim dibentuk untuk mencapai keuntungan bersama, bukan saling mengalahkan.

 

            Myopic pursuit (keuntungan jangka pendek) biasanya tidak membawa keuntungan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, dibutuhkanlah Shadow of the future (bayangan masa depan). Ada beberapa faktor yang menjadikan kerjasama lebih diminati, yaitu: 1. Long Time Horizon, 2. Regularity of Stakes, 3. Reliability about the other’s action, 4. Quick feedback about changes in the other’s sanction.

Faktor yang pertama, Long Time Horizon, adalah belajar untuk membuka cakrawala bahwa kerjasama bukan hanya merupakan bentuk single play (one time transaction) tetapi dalam bentuk iterated play.Meskipun terbentuknya rezim tidak bisa sepenuhnya menjamin perolehan keuntungan maksimal.

 

            Ada beberapa faktor yang berperan dalam keberhasilan dalam Institutional Bargaining:

  1. Faktor yang mendorong Integrative Bargaining:

a. Lingkungan yang kontraktual mengaburkan zona kesepakatan dan menyelubungi                        distribusi benefit di masa depan.

b. Exogenous shock of crisis

 

  1. 2.      Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan Integrative Bargaining:

a. Ketersediaan solusi yang equitable

b. Ketersediaan solusi salient

c. Ketersediaan clear-cut dan mekanisme pemenuhan yang efektif

d. Gabungan kepemimpinan yang entrepreneurial, struktural, dan intelektual.

 

           

            Kerjasama Internasional dalam sebuah Rezim Internasional memang tidak dapat sepenuhnya menjamin peroleha keuntungan maksimal. Tapi keterjaminan kerjasama jangka panjang (iterated play) setidaknya lebih menguntungkan ketimbang defect untuk keuntungan yang hanya bersifat sementara (myopic pursuit) yang dapat membawa kerugian di jangka panjang. Itulah sebabnya diperlukan Shadow of the future dalam bentuk Long time horizon sehingga dapat diperoleh keuntungan yang terbaik yang bisa didapat melalui kerjasama internasional.

 

This entry was posted in Kontempo. Bookmark the permalink.

Leave a comment